Pulang Kampung Lagi….
Semalam pergi bersama istri dan pulang saat malam sudah semakin larut, jam menunjukkan angka 11 saat tiba di rumah. Sejujurnya,badan nggak ingin pergi…letih dan letih. Mendadak istri berkata: “Ayo berangkat…jangan menahan kebaikan bagi orang yang berhak menerimanya.” Mendengar itu semangatku pun terbangun. Ya…tadi malam kami harus ke Tangerang dan mendoakan dan sedikit memberikan bantuan kepada seorang jemaat yang subuh tadi harus berangkat pulang kampung bersama istri dan 4 orang anaknya, termasuk yang masih diperut sang istri.
Aku sedih…dan menangis saat memeluk bapak itu dan memeluk satu-satu anak-anak mereka yang masih kecil. Mereka adalah jemaat yang dipercayakan untuk aku gembalakan pada awal aku terjun di ladang pelayanan tujuh tahun lalu. Memang sekarang aku sudah tidak menjadi gembala mereka lagi, tetapi aku merasa satu lagi sahabatku harus menyerah karena gagal menaklukkan kerasnya ibu kota. Setelah tiga belas tahun meninggalkan kampong halamannya di Kupang, NTT tanpa pernah sekalipun mudik, ia “dipaksa” keluarganya mudik karena prihatin dengan keadaan keluarganya yang kerap kekuragan di ibu kota.
Aku menangis dan menjerit dalam hatiku: “Tuhan maafkan aku dan juga gerejaMu yang tidak mampu menjadi jembatan agar domba kepunyaanMu itu menjadi umat yang lebih sejahtera secara jasmani dan rohani.” Tangisku semakin terisak manakala aku sadar bahwa aku ini sangat lemah dan sangat terbatas. Sejurus kemudian aku berseru agar Tuhan yang tak terbatas itu memimpin keluarga itu menuju hidup jasmani dan rohani lebih baik lagi. Semalam di sepanjang jalanan yang aku lalui aku berdoa agar aku diberkati lebih dari saat ini. Aku dibuat mengembang ke kanan dan ke kiri, jasmani - rohani seperti Yabes (I Tawarikh 4:10) agar aku dapat membuat orang lain mengembang pula secara jasmani dan rohani. Amin!