MEMBAWA PERUBAHAN
Kapan sebenarnya kita menjadi tua? Dalam artian bertambahnya bilangan usia? Ya, itu menunjukkan bukti fisik ketika seseorang berangsur tua. Bahkan sejatinya proses penuaan itu dimulai ketika kita dilahirkan. Tetapi dalam hubungannya dengan motivasi & semangat, seseorang disebut tua ketika ia tidak sanggup lagi menghadapi suatu perubahan. Setidaknya itu terbukti didalam diri S.I. Hayakawa yang pernah menjadi presiden San Francisco State University. Setelah pensiun dari jabatan prestisiusnya tersebut, bukan berarti saatnya berdiam dan menghitung hari. Pada usia tujuh puluh tahun Hayakawa justru membuat terobosan dengan menjadi anggota senat Amerika.
Jadi, berapapun usia kita saat ini...apapun profesi kita sekarang,kita harus membuat perubahan. Ketika tidak ada perubahan, kemajuan, pertumbuhan dalam hidup kita, saat itulah Saudara dan Saya telah menjadi tua! Tidak ada kata terlambat bagi kita untuk bertumbuh secara rohani ataupun secara intelektualitas.Teruslah belajar. Teruslah berinovasi. Teruslah berjuang. Selama masih ada semangat, Anda belum terlalu tua!
Ada dua hal sederhana yang dapat kita tiru dari Raja Yehuda bernama ASA, dan dua hal inilah yang harus mendasari sebuah perubahan yang baik. Pertama, lakukan apa yang baik. Baik dalam arti tindakan yang berhubungan dengan sesama kita. Jangan melukai sesama, tetapi memberkati. Jangan mencuri dari sesama tetapi memberi. Jangan menjerumuskan sesama, tetapi mengentaskan mereka dari keterpurukkan. Kedua, lakukan apa yang benar dimata Tuhan. Benar dalam arti,tepat,lurus-lurus sesuai dengan kehendak Tuhan. Jangan coba-coba serong, walau hanya sepersekian derajat. Inilah bisnis orang percaya: MEMBUAT PERUBAHAN! (Tentu yang positif). Simak 2 Taw. 14:2
Senin, 08 Februari 2010
Minggu, 07 Februari 2010
Renungan
Dua Pokok Penting Dalam Hidup
Pengkhotbah 7:1 – 4
Jika kita berbicara soal harta benda-kekayaan, tidak ada orang yang mengaku cukup kaya. Hal itu berarti pula bahwa manusia cenderung merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Salah satu kisah yang tepat menggambarkan hal ini adalah kisah tentang nenek renta di Florida yang meninggal sebagai orang miskin, gembel, walau sejatinya dia memiliki 1 juta dolar Amerika sebagai harta milik. Dia terus saja mengemis untuk makan walau dia sebenarnya kaya, dia tidak pernah mau berbagi kepada orang lain. Dia hanya dikenal sebagai gembel setelah meninggal. Benarkah kekayaan, harta benda itu bernilai lebih dari hal lainnya dalam hidup ini? Melalui pesan dalam teks di atas kita disadarkan kembali akan beberapa pokok penting yang perlu kita renungkan dalam kehidupan.
Pertama, hidup ini sifatnya sementara dan berakhirnya tidak terduga. Pengkhotbah mengajarkan sebuah hikmat yang tak terduga yaitu tingginya nilai rumah duka. Di sana ia mengatakan bahwa rumah duka adalah kesudahan semua manusia. Pada ayat ke 2-3 dikatakan bahwa “...dirumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya....” Apa yang harus diperhatikan? Tentu saja sifat dari kematian yang sering tidak terduga dan mengejutkan orang lain. Kerap orang berpikir “hidup adalah anugerah...nikmati sajalah!” Memang betul demikian tetapi Pengkhotbah pada pasal yang sama, ayat ke 8 berkata juga: “Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya....” Jadi, ada baiknya waktu kita hidup seperti sekarang, kita juga memikirkan menyelesaikan garis akhir hidup kita dengan baik.
Kedua, dalam hidup ini, nama baik lebih penting dari pada minyak. Coba kita simak Kitab Pengkhotbah 7:1, di sana dikatakan bahwa “nama yang harum lebih baik dari pada minyak....” Kalimat ini tepat dengan peribahasa yang kita pahami bersama yaitu “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama baik.” Nama baik lebih berharga daripada minyak yang merupakan simbol dari kelimpahan atau kepemilikan terhadap harta benda. Apakah minyak (harta) merupakan sebuah hal yang tidak kita perlukan? Semua orang perlu harta, tetapi Pengkhotbah mengatakan nama harum adalah LEBIH BAIK. Berarti memiliki harta saja bagi manusia baru memiliki hal yang BAIK belum LEBIH BAIK. Karena itu, usahakanlah nama baik dan jagalah melebihi kita menjaga harta benda.
Saudaraku, konon kabarnya cara pemburu menangkap monyet sangat sederhana, ia cukup meletakkan suatu makanan kesukaan monyet di dalam sebuah botol terbuka. Ketika seekor monyet melihat makanan di dalam botol itu, buru-buru ia memasukkan tangannya ke dalam botol dan menggenggam makanan itu. Apa yang terjadi selanjutnya? Si monyet kesulitan mengeluarkan tangannya dari dalam botol sebab ia enggan melepaskan genggaman tangan yang berisi makanan. Pada saat itulah para pemburu menyergapnya dan kemudian membunuh atau menjualnya. Apa maknanya bagi kita? Seringkali kita memilih menggenggam tangan untuk mempertahankan harta kita, dan mengabaikan halyang lebih penting daripada harta itu, yaitu hidup kita sendiri dan sesama kita. Akhirnya kita kehilangan kebebasan, kehilangan sahabat dan saudara hanya karena kita mempertahankan harta secara membabi buta. Hidup ini fana, harta juga fana tapi nama baik dikenang orang sepanjang masa!.
Pengkhotbah 7:1 – 4
Jika kita berbicara soal harta benda-kekayaan, tidak ada orang yang mengaku cukup kaya. Hal itu berarti pula bahwa manusia cenderung merasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya. Salah satu kisah yang tepat menggambarkan hal ini adalah kisah tentang nenek renta di Florida yang meninggal sebagai orang miskin, gembel, walau sejatinya dia memiliki 1 juta dolar Amerika sebagai harta milik. Dia terus saja mengemis untuk makan walau dia sebenarnya kaya, dia tidak pernah mau berbagi kepada orang lain. Dia hanya dikenal sebagai gembel setelah meninggal. Benarkah kekayaan, harta benda itu bernilai lebih dari hal lainnya dalam hidup ini? Melalui pesan dalam teks di atas kita disadarkan kembali akan beberapa pokok penting yang perlu kita renungkan dalam kehidupan.
Pertama, hidup ini sifatnya sementara dan berakhirnya tidak terduga. Pengkhotbah mengajarkan sebuah hikmat yang tak terduga yaitu tingginya nilai rumah duka. Di sana ia mengatakan bahwa rumah duka adalah kesudahan semua manusia. Pada ayat ke 2-3 dikatakan bahwa “...dirumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya....” Apa yang harus diperhatikan? Tentu saja sifat dari kematian yang sering tidak terduga dan mengejutkan orang lain. Kerap orang berpikir “hidup adalah anugerah...nikmati sajalah!” Memang betul demikian tetapi Pengkhotbah pada pasal yang sama, ayat ke 8 berkata juga: “Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya....” Jadi, ada baiknya waktu kita hidup seperti sekarang, kita juga memikirkan menyelesaikan garis akhir hidup kita dengan baik.
Kedua, dalam hidup ini, nama baik lebih penting dari pada minyak. Coba kita simak Kitab Pengkhotbah 7:1, di sana dikatakan bahwa “nama yang harum lebih baik dari pada minyak....” Kalimat ini tepat dengan peribahasa yang kita pahami bersama yaitu “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama baik.” Nama baik lebih berharga daripada minyak yang merupakan simbol dari kelimpahan atau kepemilikan terhadap harta benda. Apakah minyak (harta) merupakan sebuah hal yang tidak kita perlukan? Semua orang perlu harta, tetapi Pengkhotbah mengatakan nama harum adalah LEBIH BAIK. Berarti memiliki harta saja bagi manusia baru memiliki hal yang BAIK belum LEBIH BAIK. Karena itu, usahakanlah nama baik dan jagalah melebihi kita menjaga harta benda.
Saudaraku, konon kabarnya cara pemburu menangkap monyet sangat sederhana, ia cukup meletakkan suatu makanan kesukaan monyet di dalam sebuah botol terbuka. Ketika seekor monyet melihat makanan di dalam botol itu, buru-buru ia memasukkan tangannya ke dalam botol dan menggenggam makanan itu. Apa yang terjadi selanjutnya? Si monyet kesulitan mengeluarkan tangannya dari dalam botol sebab ia enggan melepaskan genggaman tangan yang berisi makanan. Pada saat itulah para pemburu menyergapnya dan kemudian membunuh atau menjualnya. Apa maknanya bagi kita? Seringkali kita memilih menggenggam tangan untuk mempertahankan harta kita, dan mengabaikan halyang lebih penting daripada harta itu, yaitu hidup kita sendiri dan sesama kita. Akhirnya kita kehilangan kebebasan, kehilangan sahabat dan saudara hanya karena kita mempertahankan harta secara membabi buta. Hidup ini fana, harta juga fana tapi nama baik dikenang orang sepanjang masa!.
Langganan:
Postingan (Atom)