Karya dan bukan Kursi.
Christian Ethics in Leadership adalah kuliah pertama saya di program pasca sarjana, dan sungguh sebuah anugerah saat kami mendapatkan seorang pengajar yang sederhana (bahkan tampak lusuh) dan bersahaja cara bertutuenya. Walaupun bergelar Doktor Theologi, pria ini tampak sangat rendah hati dan sederhana. Pergi dan pulang mengajar ditempuhnya dengan menggunakan angkutan umum.
Dalam kesaksiannya ia mengaku mengajar program S-1 dan S-2 di lima Sekolah Tinggi Teologi di Jakarta ini, dan berkali-kali dia diminta menjadi pemimpin jurusan atau bahkan pemimpin sekolah, namun dia menolaknya sebab ia tidak ingin menetap pada satu sekolah saja. Ia sadar panggilannya adalah menjadi pengajar dan ia ingin mengajar orang sebanyak mungkin. Tentu saja hal itu tidak akan maksimal jika ia menetap di sebuah sekolah saja.
Kalimatnya yang paling mencengangkan saya adalah saat ia mengatakan: “saya lebih suka karya daripada kursi (kedudukan)” Saya rasa hanya orang yang tahu tujuan dan panggilan hidupnya yang mampu mengucapkan kalimat arif tersebut. Jaman sekarang ini, siapa yang tidak ingin kursi? Kursi identik dengan kehormatan atau gengsi. Kursi juga identik dengan kelancaran materi. Semua orang menginginkannya bukan? Bukankah Pemilu di negeri kita tahun 2009 ini juga ajang rebutan kursi? Semoga kita semua lebih mengedepankan karya daripada kursi. Semoga pula setiap orang yang memiliki kursi tidak lupa berkarya. Semoga pula mereka yang sudah duduk di kursi tidak lupa berdiri ! Semoga kita mampu mendahulukan karya dan bukan kursi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar